JAKARTA, investor.id – Pasar modal Indonesia capai 45 tahun, Bursa Efek Indonesia (BEI) berhasil menjadi bursa dengan resiliensi yang tinggi ketimbang bursa lainya di Asia. Sampai dengan 8 Agustus 2022, IHSG mengalami peningkatan sebesar 7,68% pada level 7.086,849 dibandingkan dengan akhir 2021.
Aktivitas perdagangan di Bursa juga tetap terjaga yang tercermin dari rata-rata nilai transaksi harian (RNTH). Hingga awal Agustus telah mencapai Rp 15,4 triliun, dan rata-rata volume transaksi per hari telah mencapai 23,4 miliar saham. Selain itu, frekuensi transaksi harian juga telah mencapai 1,3 juta kali atau meningkat sebesar lebih dari 6,2% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari pencatatan efek sampai 8 Agustus 2022, BEI berhasil menorehkan 38 pencatatan efek saham, enam obligasi baru, dan satu Exchange-Traded Fund (ETF) baru sepanjang tahun 2022. Adapun dilihat dari performa sisi supply sampai dengan akhir Juni 2022, BEI mencatatkan pertumbuhan jumlah perusahaan tercatat tertinggi dalam 5 tahun terakhir di antara bursa-bursa ASEAN lainnya. Tidak hanya itu, BEI telah melampaui jumlah 800 perusahaan tercatat saham yang merupakan pencapaian luar biasa bagi pasar modal Indonesia.
Meski demikian, sejumlah pelaku pasar modal beberkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan BEI. Mulai dari varian produk, kualitas emiten tercatat hingga edukasi pasar modal dan jumlah investor tercatat.
Baca juga: Gesit dan Taktis di Pasar Modal
Pengamat pasar modal Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI Budi Frensidy mengatakan, dari segi jumlah IPO BEI salah satu yang terbaik di Asia Tenggara. Namun produk yang ditawarkan oleh bursa kurang bervariasi, banyak produk-produk yang masih dalam wacana. Semisal Option Trading dan juga beberapa produk lainya yang relatif tidak berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, apabila dibandingkan dengan produk-produk dari bursa regional, produk pasar modal Indonesia masih ketinggalan.
“Selain itu, otoritas bursa juga hendaknya lebih selektif dalam memilih perusahaan-perusahaan yang lebih berkualitas untuk tercatat sahamnya di BEI. Ini lebih baik, ketimbang perusahaan-perusahaan kecil yang pada saat IPO menjadi ajang spekulasi,” ungkapnya, Rabu (10/8/2022).
Budi menyebut, ada beberapa sebab mengapa produk turunan bisa sepi peminat. Pertama, dari segi supply, dimana tidak adanya market maker atau liquidity provider. Lalu dari segi demand juga melemah lantaran pengetahuan investor hanya terbatas pada saham biasa, waran, dan rights issue saja. “Sehingga misalkan ditawarkan produk seperti kontrak opsi saham atau option trading itu kurang daya tariknya sehingga ya pasar tidak likuid, padahal produk seperti itu bagus untuk hedging atau meningkatkan income,” kata dia.
Baca juga: Lihai Sebagai Investor
Solusinya, lanjut Budi, adalah edukasi yang mendalam soal pasar modal dan juga financial product yang perlu ditingkatkan lebih dalam lagi. Ia mencontohkan pada beberapa negara maju edukasi soal financial product sudah masuk dalam kurikulum pendidikan.
Secara terpisah, Tim Riset NH Korindo Sekuritas menjelaskan, literasi menyoal keuangan nasional masih cukup rendah di kalangan masyarakat Indonesia. Khususnya pemahaman mengenai produk produk di bidang pasar modal. “Literasi yang belum merata ke seluruh masyarakat Indonesia, menyebabkan mereka lebih suka mendapatkan rekomendasi-rekomendasi saham dari orang yang tidak memiliki kompeten di bidang tersebut daripada mencoba memahami atau mempelajari ilmu investasi sendiri,” jelasnya.
NH Korindo Sekuritas berharap otoritas pasar modal dapat menyediakan edukasi yang dewasa dan khusus lebih dalam lagi tentang seluk beluk investasi di pasar modal, baik terhadap para pegawai, sekuritas anggota bursa, maupun kepada para nasabahnya. “Sehingga kedepannya tidak ada lagi korban yang tertipu uangnya oleh para ‘influencer’ yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Baca juga: Matematika Keuangan, edisi 4 revisi
Kemudian, Analis Fixed Income Pefindo Ahmad Nasrudin mengatakan, ada PR yang masih belum diselesaikan. yakni terkait dengan penguatan basis investor domestik. BEI perlu meningkatkan partisipasi investor domestik menjadi lebih besar lagi. Sehingga, ketika terjadi guncangan eksternal dimana arus keluar modal asing, basis investor domestik dapat menjadi penyangga. Hal itu, dapat dilakukan dengan peningkatan partisipasi ritel. Peningkatan instrumen untuk investor ritel menjadi penting ke depan di tengah akses yang semakin mudah saat ini.
“Kita lihat, kita sekarang dapat dengan mudah membeli instrumen seperti obligasi pemerintah melalui smartphone kita. Kedepannya, kita mengharapkan partisipasi itu akan semakin meningkat,” jelas Ahmad.
Sementara itu, Analis Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus berpendapat, minimnya waran bukan jadi alasan dari dana keluar atau outflow dari asing. Melainkan karena faktor fundamental global dimana ada kenaikan suku bunga sehingga mereka memindahkan ke aset yang lebih aman. “Tetapi melihat kinerja emiten kuartal dua yang cemerlang dan fundamental Indonesia yang solid di Indonesia, dana asing terpantau sudah mulai kembali di saham-saham penggerak indeks kembali,” terangnya.
Baca juga: Matematika Keuangan VS Manajemen Keuangan
Ia berharap, OJK dan bursa diharapkan mampu menerapkan tata kelola yang baik. Meningkatkan kebijakan dalam hal upaya perlindungan konsumen dan meningkatkan literasi serta inklusi keuangan yang ada di Indonesia.
Artikel ini telah tayang di investor.id dengan judul “Pasar Modal Indonesia Capai 45 Tahun, Ini Sederet PR BEI”, Link lengkap untuk baca: https://investor.id/market-and-corporate/302719/pasar-modal-indonesia-capai-45-tahun-ini-sederet-pr-bei
Editor : Indah Handayani (indah.handayani26@gmail.com)
[…] Baca juga: Pasar Modal Indonesia Capai 45 Tahun, Ini Sederet PR BEI […]